Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW
Maulid Nabi atau Maulud adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW,
dimana di Negara Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12
Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata maulid atau milad di ambil
dari bahasa bahasa Arab yang artinya hari lahir. Perayaan Maulid Nabi
merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi
Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi
kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Seperti yang tercatat
wikipedia; sejarah awal mula perayaan maulud nabi Muhammad SAW
diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi,
seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin
Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru
berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuan Maulud Nabi adalah untuk
membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan
semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang
Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota
Yerusalem dan sekitarnya. Untuk lebih lanjut mempelajari sejarah awal mula maulid nabi,
seperti biasa awalmula.com berbagi informasi yang dirangkum dari
berbagai sumber untuk menambah ilmu pengetahuan kita tentang sejarah
lahirnya nabi Muhammad SAW.
Sejarah Awal Mula Maulid Nabi
Pertama kali yang mengada-adakan hari-hari raya dan perayaan-perayaan secara umumnya Maulid-maulid secara khususnya adalah Ubaidiyyun, sebagaimana disebutkan oleh Al Maqrizi dalam kitabnya “ Al-Mawa’idz Wal I’tibar Bidzikril Khuthath Wal Aatsar “ secara nasnya:
(dahulu para khalifah Bani Fathimiyyun sepanjang tahunnya memiliki hari-hari raya dan musim-musim yaitu: musim permulaan tahun, hari Asyura, dan Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan mauled Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, dan mauled Hasan dan Husin radhiallahu anhuma, dan mauled Fathimah Az-Zahra radhiallahu anha, dan maulid khalifah Al hadhir, malam pertama Rajab, malam pertengahan Rajab, malam pertama Sya’ban, malam pertengahan Sya’ban, musim malam Ramadhan, awal Ramadhan, Pertengahan Ramadhan, akhir Ramadhan …)
Pertama kali yang mengada-adakan hari-hari raya dan perayaan-perayaan secara umumnya Maulid-maulid secara khususnya adalah Ubaidiyyun, sebagaimana disebutkan oleh Al Maqrizi dalam kitabnya “ Al-Mawa’idz Wal I’tibar Bidzikril Khuthath Wal Aatsar “ secara nasnya:
(dahulu para khalifah Bani Fathimiyyun sepanjang tahunnya memiliki hari-hari raya dan musim-musim yaitu: musim permulaan tahun, hari Asyura, dan Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan mauled Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, dan mauled Hasan dan Husin radhiallahu anhuma, dan mauled Fathimah Az-Zahra radhiallahu anha, dan maulid khalifah Al hadhir, malam pertama Rajab, malam pertengahan Rajab, malam pertama Sya’ban, malam pertengahan Sya’ban, musim malam Ramadhan, awal Ramadhan, Pertengahan Ramadhan, akhir Ramadhan …)
Dan Al-Maqrizi menyebutkan sebagian yang
dilakukan pada perayaan-perayaan dan hari-hari raya khususnya enam
maulid. Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’ie Mantan Mufti Mesir
menyebutkan dalam kitabnya: (Ahsanul Kalam Fiima Yata’allaqu bissunnah
wal bid’ah minal Ahkam ): bahwa pertama kali yang mengada-adakan enam
perayaan maulid tersebut yakni: Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam,
maulid Ali, Fathimah, Hasan, Husain radhiallahu anhum, dan maulid
Khalifah Al-Hadzir yaitu Al-Mu’izzu Lidinillah dan itu pada tahun 362 H.
dan bahwa perayaan-perayaan ini berlangsung hingga dibatalkan oleh
Al-Afdzal bin Amirul Jaisy setelah itu.
Siapakah Bani Ubaidiyyun ?
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam kitabnya “ Al-Bidayah Wannihayah”:
(Raja Bani Fathimiyyun telah berkuasa selama 280 tahun. Yang pertama berkuasa adalah Al-Mahdi yang merupakan orang yahudi, lalu masuk kenegeri Maroko dan menggunakan nama Ubaidillah, dan mengaku sebagai keturunan ‘Alawi Fathimiy, dan mengatakan tentang dirinya: bahwa dia Al-Mahdi, yang mana dakwaan pendusta ini didukung oleh orang-orang yang jahil, sehingga mereka memiliki Negara dan kekuatan, dan mendirikan sebuah kota yang diberi nama Al-Mahdiyah dinisbatkan kepadanya, dan dia menjadi raja yang ditaati.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam kitabnya “ Al-Bidayah Wannihayah”:
(Raja Bani Fathimiyyun telah berkuasa selama 280 tahun. Yang pertama berkuasa adalah Al-Mahdi yang merupakan orang yahudi, lalu masuk kenegeri Maroko dan menggunakan nama Ubaidillah, dan mengaku sebagai keturunan ‘Alawi Fathimiy, dan mengatakan tentang dirinya: bahwa dia Al-Mahdi, yang mana dakwaan pendusta ini didukung oleh orang-orang yang jahil, sehingga mereka memiliki Negara dan kekuatan, dan mendirikan sebuah kota yang diberi nama Al-Mahdiyah dinisbatkan kepadanya, dan dia menjadi raja yang ditaati.
Kemudian diteruskan oleh anaknya Al-Qoim
Muhammad, kemudian anaknya Al-Manshur Ismail, kemudian anaknya
Al-Mu’izzu Ma’din, dialah pertama dari mereka yang memasuki negeri
Mesir, dan dibangun untuknya Kairo Al-Mu’izziyah dan istana-istana
kemudian anaknya Al-Aziz Nazzar, kemudian anaknya Al-hakim Manshur,
kemudian anaknya Ath-Thahir Ali, kemudian anaknya Al-Mushtansir Ma’din,
kemudian anaknya Al-Musta’li Ahmad, kemudian anaknya Al-Amir Manshur,
kemudian anak pamannya Al-Hafidz Abdul Majid, kemudian anaknya
Adh-Dhafir Ismail, kemudian Al-Faiz Isa, kemudian anak pamannya
Al-‘Adzid Abdullah, yang terakhir dari mereka, yang seluruhnya 14 raja
selama 280 tahunan.
Dahulu Bani Fathimiyyun merupakan
khalifah yang terkaya, terkejam dan paling dholim, yang paling bejat
sejarahnya, muncul dimasa mereka kebid’ahan dan kemungkaran, dan banyak
pelaku kerusakan sedikit disisi mereka orang-orang shalih dari para
ulama dan ahli ibadah, dan banyak tersebar dinegeri syam agama Kristen,
Durruziyah, dan Hasyisyiyah..).
Inilah sekilas dari sejarah mereka supaya mereka yang menghidupkan
perayaan Maulid dan lainnya siapakah tauladan mereka dalam perkara ini
sehingga mereka mengikuti petunjuk dan menyerupai mereka. Sehingga tidak
masuk akal apabila para salafush sholih tidak mengenal hal ini lalu
mereka mengikuti para Ubaidiyyun yang sesat !!
Sultan Irbil dan perayaan Maulid:
Dahulu di Mosul ada ahli zuhud yaitu Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulla (dahulu dia memiliki satu ruangan yang selalu didatanginya, dan setiap tahunnya dibulan Maulid ada undangan yang didatangi oleh para raja, pemerintah, para ulama, menteri dan mereka merayakan hal itu)
Dahulu di Mosul ada ahli zuhud yaitu Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulla (dahulu dia memiliki satu ruangan yang selalu didatanginya, dan setiap tahunnya dibulan Maulid ada undangan yang didatangi oleh para raja, pemerintah, para ulama, menteri dan mereka merayakan hal itu)
Abu Syamah berkata dalam kitabnya: “
Al-Ba’its ‘alaa inkaril Bida’I wal hawadits” ketika membahas tentang
maulid nabi: (pertama kali yang melakukannya di Mosul Syaikh Umar bin
Muhammad Al-Mulla seorang yang shalih yang masyhur yang diikuti kemudian
oleh Sultan Irbil dan yang lain semoga Allah merahmati mereka).
Dan Sultan Irbil disini adalah
Al-Mudzaffar Abu Sa’id Kukburi bin Zaidud diin Ali bin Tabaktakin Sultan
Irbil yang wafat tahun (630 H) yang paling terkenal dalam merayakan
Maulid Nabi secara berlebihan setelah Ubaidiyyun, dimana dia
merayakannya dengan mewah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam
sejarahnya, beliau berkata: (berkata As Sabth: telah dihikayatkan oleh
sebagian yang menghadiri perayaan Mudzaffar dalam maulid dimana dia
menyajikan 5000 kepala bakar, 10000 ayam, dan 100000 susu kering, dan
30000 piring kue manis… dia berkata: diantara yang menghadirinya dalam
pesta maulid para ulama, ahli sufi, dan memperdengarkan nyanyian sufi
dari dhuhur hingga subuh dan dia ikut menari bersama mereka…).
Dari sini menjadi jelas bahwa perayaan maulid dan semacamnya termasuk kebid’ahan Ubaidiyyun, kemudian diikuti oleh para ahli zuhud dan raja, dan ikuti oleh orang awwam, sebagaimana kita tahu bahwa ini bertentangan dengan nas-nas syarie dan amalan para salafush shalih yang mulia.
Dari sini menjadi jelas bahwa perayaan maulid dan semacamnya termasuk kebid’ahan Ubaidiyyun, kemudian diikuti oleh para ahli zuhud dan raja, dan ikuti oleh orang awwam, sebagaimana kita tahu bahwa ini bertentangan dengan nas-nas syarie dan amalan para salafush shalih yang mulia.
Walaupun sebagaimana dikatakan bahwa
peringatan ini diperbolehkan oleh sebagian ulama seperti Imam Subki,
Suyuthi, atau Ibnu Hajar dan pernah dilakukan oleh Shalahuddin
Al-Ayyubi, meskipun kita menghargai jasa para ulama besar tersebut bagi
kejayaan islam dan kaum muslimin, namun ketika hal itu bertentangan
dengan syariat, maka kita lebih mendahulukan kecintaan kepada Allah dan
RasulNya shallallahu alaihi wasallam, apalagi diantara ulama yang
sekaliber merekapun ada yang menolaknya, jadi kita menolak perayaan ini
bukan dengan pendapat kita sendiri.
Seandainya hal tersebut adalah baik, maka
pastilah para salafus sholih sudah melaksanakannya, karena mereka ada
suri tauladan terbaik dalam kesungguhan melaksanakan ajaran yang baik
karena Allah Ta’alaa berfirman yang artinya:
“Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Kalau Sekiranya di (Al Quran) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului Kami (beriman) kepadanya”. [ Al-Ahqaf: 11].
“Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Kalau Sekiranya di (Al Quran) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului Kami (beriman) kepadanya”. [ Al-Ahqaf: 11].
Ibnu Katsir dalam menafisrkan ayat ini
berkata: adapun Ahli Sunah Wal Jamaah mereka mengatakan tentang setiap
perbuatan atau perkataan yang tidak penah dipastikan dari para sahabat:
adalah bid’ah karena seandainya hal itu baik tentulah mereka telah
mendahului kita dalam hal itu mereka tidak pernah meninggalkan satu
perbuatan baik pun kecuali mereka segera mengamalkannya. Tafsir Ibnu
Katsir juz 7 hal 278.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar